Sabtu, 09 Oktober 2010

Pengamat di Luar Area

Aku memposisikan diri sebagai pengamat disini. Hanya melihat dari luar. Luar pagar tentunya. Karena tidak pernah turut masuk ke dalamnya, otomatis aku mendapat semua ini hanya dari penglihatan dan pendengaranku saja.
Donny dan Lissa. Keduanya temanku, teman dekat. Awalnya mereka tak saling kenal, hingga akhirnya satu bimbingan belajar mempertemukan mereka. Dan seperti lagu yang dibawakan RAN, kurasa mereka telah jatuh cinta pada pandangan yang pertama. Singkat cerita mereka, mereka jadian.
Pasangan yang almost perfect, begitu aku bilang. Bagaimana tidak? Yang cowok cakep, ceweknya cantik. Seiman. Sama-sama cerdas dan terpelajar, Serta sama-sama berasal dari keluarga yang berkecukupan pula. Satu hal yang paling melekat di pandang mataku setiap kali melihat mereka bersama, ada beberapa bagian wajah yang membuat mereka memiliki kemiripan satu sama lain. Aku pikir mereka akan berjodoh. Benarkah? Hanya Alloh yang tahu jawabnya.
Aku melihat, mereka layaknya pasangan ABG lainnya. Seringkali akur dan sedikit mesra, namun di lain hari bertengkar juga. Sudah seperti anak kecil saja kalau mereka bertikai seperti itu. Sedikit lucu, kataku.
Ku lihat lagi, masing masing mereka sangat setia. Tak satupun mencoba serong kanan serong kiri meski memiliki banyak kesempatan untuk melakukan itu. Almost perfect bukan? Benar-benar berusaha saling menjaga hati.
Satu hal menggelitik yang kadang aku lihat dari mereka, , putus-nyambung. Yapz, layaknya tembang yang dilantunkan BBB. Tapi biasanya setelah putus, dalam beberapa jam mereka akan nyambung lagi.
Sore ini, Lissa datang ke kamarku. Dia menceritakan sedikit pertikaiannya dengan Donny yang berakhir dengan kata 'berteman saja'. Awalnya aku melihat gurat sedih di wajah Lissa. Namun sebentar berkumpul bersamaku, dia mulai bisa tertawa. Akhirnya dia bilang terimakasih padaku. Katanya, terimakasih kau membuatku tertawa. Heran juga, padahal aku tak melakukan satu hal lucu pun untuk menghiburnya. Aku hanya berperan sebagai bak sampah yang menampung setiap kata yang terlontar dari bibir manisnya, tak lupa dengan sediki ekspresi 'oh, hmmm, eh, he eh'. Aku tak yakin dia benar-benar tertawa lahir batin. Setidaknya, aku sedikit tahu, dia pasti hanya berusaha untuk terlihat tegar.
Tak lama setelah Lissa pulang dari kamarku, Donny datang menungguku di teras. Ku temui dia. Wajahnya berbeda. Terlihat pucat, tak ada senyum jail disana yang biasanya aku lihat. Hmm, , dia datang menitipkan buku yang pernah dipinjamnya dari Lissa. Donny ingin aku yang mengembalikannya. Segera setelah buku itu berpindah tangan, Donny berpamitan pada ibuku dan menjabat tanganku. Dia pamit pulang. Aku agak tidak tega melihat wajahnya.
Untuk pertikaian mereka yang terakhir ini, aku berharap agar bisa secepatnya clear. Dan satu harapan lebihku, mereka bisa seperti dulu, pasangan almost perfect yang pernah ku kenal. Donny, Lissa, , guruku pernah berkata, bagi kalian yang saat ini duduk di bangku kelas 12 menjelang ujian sebisa mungkin menjaga hati lah, kalau punya pacar jangan putus. Sakit hati susah obatnya. ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar